Jakarta, 27 September 2025
Sejak Bank Indonesia (BI) mulai memangkas suku bunga acuan, rupiah menghadapi tekanan yang semakin kuat terhadap dolar AS dan mata uang utama lainnya. Untuk memberikan perspektif yang lebih tajam, berikut penjelasan mekanisme utama sekaligus beberapa kutipan dari artikel media terkini.
Selisih imbal hasil domestik vs asing menjadi kurang menarik
Ketika BI menurunkan suku bunga, maka imbal hasil instrumen keuangan dalam rupiah (obligasi, deposito) turun. Hal ini membuat keuntungan relatif lebih tinggi di luar negeri menjadi lebih menarik dan memicu arus keluar modal (capital outflow). Investor asing lebih cenderung melikuidasi aset rupiah dan memindahkan dana ke dolar AS atau mata uang lain yang memberikan imbal hasil lebih baik.
Persepsi terhadap independensi dan kredibilitas kebijakan moneter
Penurunan suku bunga yang tak diantisipasi bisa dianggap sebagai sinyal bahwa BI “menuruti” tekanan pemerintah atau prioritas pertumbuhan lebih tinggi daripada stabilitas nilai tukar. Pasar menjadi waspada terhadap komitmen BI dalam menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar.
Kontan juga menyoroti bahwa kebijakan domestik — termasuk pemangkasan bunga — menjadi faktor pendorong pelemahan berkelanjutan rupiah.
Tekanan eksternal dan preferensi terhadap dolar
Jika bank sentral AS (The Fed) mempertahankan suku bunga tinggi atau menunjukkan sikap “hawkish”, maka investor global cenderung bertahan di aset dolar. Dalam kondisi demikian, meskipun BI menurunkan bunga, daya tarik dolar bisa tetap tinggi dan memperlemah mata uang negara berkembang seperti rupiah.
Menyusutnya aliran modal asing dan likuiditas dalam instrumen rupiah
Dengan imbal hasil yang turun, investor asing bisa mengurangi kepemilikan pada surat berharga Indonesia. Ini mengurangi suplai modal asing dalam pasar rupiah dan melemahkan posisi tukar rupiah dalam menghadapi permintaan dolar.
Faktor Pendukung dan Pemicu Tambahan
Selain pemangkasan suku bunga, beberapa faktor lain turut memperparah pelemahan rupiah:
Defisit transaksi berjalan (current account deficit)
Jika impor lebih besar dari ekspor dan arus modal tidak cukup menutupinya, maka negara perlu mengimpor valuta asing, memberikan tekanan ke rupiah.
Permintaan dolar untuk keperluan impor atau pembayaran luar negeri
Banyak perusahaan atau sektor mengandalkan impor bahan baku, barang modal, dan pembayaran utang luar negeri. Kebutuhan nyata akan dolar terus muncul, dan bila suplai dolar dari ekspor atau investasi asing tidak seimbang, rupiah tertekan.
Ketidakpastian politik dan fiskal
Jika kebijakan pemerintah dianggap longgar dalam defisit anggaran, atau publik mempertanyakan konsistensi kebijakan fiskal, kepercayaan investor bisa menurun. Risiko tersebut bisa memicu capital flight (keluar modal).
Sentimen pasar global / investor
Krisis global, perang dagang, tekanan inflasi global, atau pelemahan ekonomi dunia bisa membuat investor global menarik dana dari pasar negara berkembang (emerging markets), termasuk Indonesia.